HARAPANKU
OLEH: Syifa Shara Salsabila
Namaku Syafa, aku siswa SMP
yang masih sangat membutuhkan perhatian orang tua. Bagiku, hidupku di dunia
saat ini adalah hal yang paling tidak kuinginkan . hidup kaya rumah mewah,
mobil tiga? Semua itu sama sekali bukan yang kuinginkan saat ini.
Pagi ini, aku sudah siap
dengan seragam putih biruku. Mama pun terlihat cantik dengan seragam merahnya.
Sedangkan ayah?Dengan gagah memakai jas putih yang selalu ada pada tubuhnya.
“Kami prergi dulu ya nak!
Kami menyayangimu!...” Ujar ayah sambil mencium keningku. Selalu itu kata-kata
yang keluar dari mulutnya. Mereka tidak pernah memikirkan bagaimana aku sangat
merindukannya. Berangkat pukul 6 pagi, pulang pukul 11 malam. Kapan aku bisa
memeluk dan mencium mereka? Sengaja kuteteskan air mata agar mama dan ayah
melihatnya.
“Syafa?” Mama yang hendak
meninggalkanku tiba-tiba memanggil namaku.
“Ada apa ma?” Tanyaku
dengan harapan yang begitu besar.
“Ini untukmu. Boleh
dihabiskan, tapi jangan lupa ditabung sebagian ya?” Ujarnya sambil memberikan 4
lembar uang seratus ribu. Untuk apa? Ini sangat tidak kubutuhkan. Aku hanya
butuh kasih sayang penuhmu. Aku hanya tidak ingin kau lupakan! Kalau uang? Masi
banyak di dompetku. Masih banyak uang berterbangan di kamarku. Aku benci
kalian! Tapi, aku yakin dan percaya bahwa Allah akan membantuk jika aku lebih
sabar lagi.
Di sekolah, Bu Fani
membagikaan hasil ulangan Bahasa Mandarin minggu lalu. Aku dan temanp-teman
berharap mendapatkan nilai yang pastinya dapat dibanggakan. Kelas terasa sangat
sunyi dan tegagang saat itu, tiba-tiba …
“Maya!” Bu Fani memanggil
salah satu tean dekatku. Maya Salsabila namanya. Ia pribadi yang baik dan
hidupnya sederhana. Kedua orangtuanya sangat menyayanginya. Tetapi sayang, saat
ini keduanya meninggal karena kecelakaan lalu lintas 2 bulan yang lalu. Dan
saat ini Maya harus menghidupi ketiga adik perempuannya dengan keadaan ekonomi
yang tidak banyak.
“”Maya? Kau di
panggil Bu Fani!” ujarku pada Maya yang sibuk denga kertas lipat warna-warninya
itu. Yang pulang sekolah akan ia jual di depan sekolah.
“Oh iya, terimakasih ya Fa!
Maaf aku sibuk bermain kertas. Hiihihi J” Jawabnya
manis. Maya segera maju menghampiri Bu Fani yang sedari tadi menunggunya.
“Selamat Maya! Nilaimu
cukup membuatku bangga! Pertahankan ya nak!” Bu Fani memberikan kertas ulangan
yang tertuliskan angka 90 diatasnya kepada Maya. Maya tersenyum melihat nilai
tersebut. Ia pun berlari ke arahkudan langsung memelukku erat.
“Syafa aku bisa.. Aku
berhasil! Orangtuaku pasti senang Jmelihat nilaiku.
Terimakasih ya Allah.” Senyum maya membuatku iri. Hidupnya yang di penuhi
masalah tidak membuatnya patah semangat. Ia selalu yakin bahwa di balik masalah
ini pasti ada rahasia indah tuhan yang belum terlihat.
“Selamat ya May! Aku bangga
padamu!” ujarku.
Setelah tiga temanku
dipanggil, saatnya aku yang menerima hasil ulanganku. “Bismillah!” gumamku.
“Syafa! Selamat kamu yang
mendapat nilai terbaik di kelas. Nilaimu sempurna nak!” Ujar Bu Fani yang
tersenyum lebar padaku. Ya Tuhan, apakah ini kenyataan? Apa aku benar-benar
mengalahkan Maya? “Alhamdulillah..!” aqkupun berlari kebangku. Maya yang
mengetahui hal tersebut langsung berkata “Hebat!” sambil mengacungkan ibu
jarinya.
Sepulang sekolah, mama dan
ayah tetap saja belum pulang. Tidak heran, akju selalu menunggunya di ruang
tivi. Setiap ada ketukan pintu berharap sosok mama atau ayah pulang dan
menyapaku. Dan kali ini harapanku untuk itu lebih besar daripada hari-hari
biasanya. Aku ingin menunjukkan pandainya aku berbahasa Mandarin sekarang. Aku
ingin mama dan ayah bangga padaku dan menciumku atau mungkin memelukku. Aku
mohon semoga harapanku didengar oleh-Nya.
Sudah pukul delapan malam,
mataku sudah ingin istirahat. Lelah sekali, kemana sih mereka? Kenapa lama
sekali pulangnya?
“Non, ayo tidur! Jangan
disini terus... Ayo masuk kamar!” Bik Imah menyuruhku tidur untuk yang kelima
kalinya. Aku hanya tersenyum dan berkata tidak. Aku yakin pasti bisa menunggu
mama dan ayah sampai jam sebelas. Aku tetap duduk diatas sofa dan memegang
kertas hasil ulanganku yang berhasil menjadi rekor terbaik di kelas. Semoga
mala mini aku berhasil mendapat ciuman mereka yang mungkin pertama kalinya.
Dari SD aku selalu ingin menjadi yang terbaik dikelas, apapun itu. Aku ingin
mendapat nilai sempurna di setiap pelajaran. Keinginan itu muncul karena betapa
besar keinginanku untuk mendapat pujian dan pelukan mereka. Berkali-kali
mencoba tetapi selalu gagal. Karena Maya selalu menjadi yang terbaik di kelas.
Tapi kali ini aku bangga mengalahkannya yang memang sedikit lemah di pelajaran
Bahasa Mandarin.
Jam dinding di ruang tamuku
cukup besar, bola mataku tak pernah lepas menatap gerakan jarum jam. Dan,…
“Sudah jam sebelas lewat 15
menit!” akupun segera bangkit dari dudukku dan keluar rumah. Berharap mendengar
derum mesin mobil mama atau ayah pulang. Aku duduk didepan pintu sambil
memandangi awan gelap yang tampak tak berdaya jika tanpa bulan dan bintang di
sisinya. Seperti halnya aku yang sangat membutuhkan kasih sayang mama dan ayah
dalam hidupku. Tiba-tiba air mataku mengalir di kedua pipiku untuk yang ke
sekian kalinya. Aku mulai bosan dengan malam yang sunyi dan dingin ini. Aku
benci melihat diriku yang tampak bodoh di depan pintu sambil menangis.
“Ini sudah pukul dua bela
malam! Lebih baik aku tidur saja! Aku
capek!” gumamku sebal. “Percums! Walaupun mereka mengetahui nilaiku pasti mereka nggak bakal cium dan peluk aku! Aku
benci mereka! Aku benci pada semua yang terjadi padaku! Semua rasanya tidak
adil bagiku. Percuma aku hidup tetapi tidak pernah merasakan kasih sayang
mereka. Lebih baik aku mati. Hiks,, hiks,,” ujarku yang begitu amat sangat
menharap kepulangan mama dan ayah.
“Syafa? Kenapa belum
tidur?” Tiba-tiba ada mama yang memegang bahuku. Kutatap matanya yang
sebenarnya penuh cinta> Berharap ia
memlukku karna merindukanku. Tetapi? Apa daya? Pelukan itu tidak datang
juga.
“Aku capek ma! Aku mau
tidur sekarang saja!” jawabku datar dan hendak pergi meninggalkannya. Mama yang
tampak bingung menarik tanganku dan bertanya,
“Lho? Kenapa dari tadi di
luar? Kenapa tidurnya baru jam segini? Kamu ada masalah? Cerita sama mama nak!”
“Apa mama masi ingin tau
apa masalahku? Apa mama masih menganggapku anakmu?” ujarku sambil menangis. Tak
kuasa hatiku melihat wajah mama yang cantik sekali. Aku benar-benar seperti
melihat seorang bidadari yang jatuh dari surge. “Aku mencintainya ya Allah, aku
sangat mencintai wanita ini. Apakah aku boleh memeluknya?” pikirku.
“Nak? Kenapa berkata
seperti itu? Tentu saja mama mau tau semua masalahmu. Kamu anak mama
satu-satunya. Mama sayang sama kamu nak!” jawab mama yang juga meneteskan air
matanya. Tanpa basa basi akupun memeluknya. Kulihat ayah yang juga baru datang
dengan wajahnya yang lelah bercampur bingung. Ini waktunya aku katakana kepada
mereka.
“Ayah, mama .. Kumohon dengarkan
aku sebentar!” Akupun melanjutkan kata-kataku. “Lihat lah hasil ulangan Bahasa
Mandarinku yah, ma! Aku mendapat nilai terbaik di kelas. Bagaimana? Apa kalian
bangga padaku?” tanyaku lagi.
“Kami pasti bangga nak!”
jawab mama. “Kami akan memberimu hadiah!” lanjutnya.
“Kamu mau apa kami akan
beri! Monil baru? Atau laptop keluaran terbaru?
Ayah siap belikan buat kamu!” tambah ayah. Aku benci mendengar jawaban
mereka yang tidak asing lagi di kupingku.
“Kalian tetap saja begitu!
Aku tidak membutuhkan semua itu yah ma! Syafa mau kasih sayang orangtua yang
sebenarnya. Bertahun-tahun aku membutuhkan hal itu. Hanya itu yang aku
inginkan, hanya itu yang aku cita-citakan. Semoga kalian mengerti maksudku!
Singkat saja sekian! Aku capek! Aku tidur dulu!” akupun menangis dan berlari ke
kamar.
Keesokan harinya. Aku
bangun dari tidur lelapku. Seseorang berada tepat didepanku.
“Syafa?” Kulihat tampannya
ia memakai kaus hijaunya.
“Ayah? Ini ayah? Dimana jas
putihmu?” Akupun memeluknya. Baru pertama kali aku bangun pagi dan dibangunkan
oleh ayahku sendiri. Ayah mengajakku ke meja makan. Disana ada mama yang sudah
siap dan duduk rapi. Kulihat meja makan penuh dengan berbagai macam makanan.
“Ini mama masakkan khusus
buat Syafa!” ujar mama sambil tersenyum. “Dan hari ini sampai 2 minggu
selanjutnya kami stay dirumah. Kami mau selalu ada buat Syafa.”
“Benar kata mama. Kita mau
ajak Syafa jalan-jalan kemana saja yang Syafa mau. Dan satu lagi kamu boleh
ajak Maya dan adik-adiknya juga.” Lanjut ayah. Ayah menciumku dan memelukku.
Begitu juga dengan mama yang menyuapi makanku. Mereka bilang ini hadiah bukan
hanya karna aku menjadi yang terbaik dikelas. Ini hadiah karna aku uda buat
mama sama ayah bisa lebih mengertiku. Aku bahagia karna Allah mendengar do’aku
malam itu. Aku harap cinta sempurna mereka kepadaku bersifat kekal dan abadi
selamanya, sampai aku menutup mata. J